UTS - (PERTEMUAN 7)


1. Jelaskan fungsi dan lingkup kinerja Penyedia Jasa, Pengguna Jasa dan Auditor pada UU Jasa Konstruksi No. 2 / 2017
2. Jelaskan yang di maksud dengan DEVIASI Progress Pekerjaan pada Kurva S Schedule Proyek.
3. Pada pekerjaan beton bertulang, dikenal istilah “Setting Beton” Jelaskan secara rinci hal tersebut, disertai gambar/ilustrasi.





Penjelasan tentang fungsi dan lingkup kinerja Penyedia Jasa, Pengguna Jasa dan Auditor pada UU Jasa Konstruksi No. 2 / 2017.

Penyedia jasa adalah istilah untuk badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya. Pengguna jasa orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.” (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi).

        Auditor secara umum merupakan suatu proses yang sistematis untuk mendapatkan dan mengkaji secara objektif bahan bukti (evidence) perihal pernyataan ekonomi dan kegiatan lain. Hal ini bertujuan mencocokan atau membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 : Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  1.  Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi.
  2. Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.
  3. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
  4. Usaha Penyediaan Bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendiri oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerja sama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan bangunan.
  5. Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi.
  6. Penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi.
  7. Sub penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia Jasa.
  8. Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  9. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis keamanan,keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan perlindungan sosial tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
  10. Kegagalan Bangunan adalah suatu keadaan keruntuhan bangunan dan/atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil Jasa Konstruksi.
  11. Sertifikat Badan Usaha adalah tanda bukti pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi termasuk hasil penyetaraan kemampuan badan usaha Jasa Konstruksi asing.
  12. Sertifikasi Kompetensi Kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus.
  13. Sertifikat Kompetensi Kerja adalah tanda bukti pengakuan kompetensi tenaga kerja konstruksi.
  14. Tanda Daftar Usaha Perseorangan adalah izin yang diberikan kepada usaha orang perseorangan untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
  15. Izin Usaha Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk menyelenggarakan kegiatan Jasa Konstruksi.
  16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.

 

BAB II ASAS DAN TUJUAN

 Pasal 2 : Penyelenggaraan Jasa Konstruksi berlandaskan pada asas:

  •  kejujuran dan keadilan;
  •  manfaat;
  • kesetaraan;
  • keserasian;
  • keseimbangan;
  • profesionalitas;
  • kemandirian;
  • keterbukaan;
  • kemitraan;
  • keamanan dan keselamatan;
  • kebebasan;
  • pembangunan berkelanjutan; dan
  • wawasan lingkungan.

Pasal 3 : Jasa Konstruksi bertujuan untuk:

  1. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang berkualitas;
  2. mewujudkan ketertiban penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi;
  4. menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun;
  5. menjamin tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan
  6. menciptakan integrasi nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

 

BAB V :PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

Paragraf 1 Penyedia Jasa dan Subpenyedia Jasa

Pasal 54

  1.  Dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa dan/atau Subpenyedia Jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan tepat waktu sebagaimana tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Penyedia Jasa dan/atau Subpenyedia Jasa yang tidak menyerahkan hasil pekerjaannya secara tepat biaya, tepat mutu, dan/atau tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

Paragraf 2 : Pembiayaan Jasa Konstruksi

Pasal 55

  1. Pengguna Jasa bertanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  2. Biaya Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari dana Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, dan/atau masyarakat.
  3. Tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan: kemampuan membayar; dan/atau komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi.
  4. Kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuktikan dengan dokumen darilembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank, dokumen ketersediaan anggaran, atau dokumen lain yang disepakati dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
  5. Komitmen atas pengusahaan produk Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b didukung dengan jaminan melalui perjanjian kerja sama.

Pasal 56

(1) Dalam hal tanggung jawab atas biaya Jasa Konstruksi dibuktikan dengan kemampuan membayar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a, Pengguna Jasa wajib melaksanakan

pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu.

(2) Pengguna Jasa yang tidak menjamin ketersediaan biaya dan tidak melaksanakan pembayaran atas

penyerahan hasil pekerjaan Penyedia Jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat dikenai ganti kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam Kontrak Kerja Konstruksi.

(3) Dalam hal tanggung jawab atas layanan Jasa Konstruksi yang dilakukan melalui komitmen atas

pengusahaan produk Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa harus mengetahui risiko mekanisme komitmen atas

pengusahaan produk Jasa Konstruksi dan memastikan fungsionalitas produk sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.


Pasal 57

(1) Dalam pemilihan Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Penyedia Jasa menyerahkan

jaminan kepada Pengguna Jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam

dokumen pemilihan Penyedia Jasa.

(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. jaminan penawaran;

b. jaminan pelaksanaan;

c. jaminan uang muka;

d. jaminan pemeliharaan; dan/atau

e. jaminan sanggah banding.

(3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat dicairkan tanpa syarat sebesar nilai yang

dijaminkan dan dalam batas waktu tertentu setelah pernyataan Pengguna Jasa atas wanprestasi yang

dilakukan oleh Penyedia Jasa.

(4) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikeluarkan oleh lembaga perbankan, perusahaan

asuransi, dan/atau perusahaan penjaminan dalam bentuk bank garansi dan/atau perjanjian terikat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Perubahan atas jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan

dinamika perkembangan penyelenggaraan Jasa Konstruksi baik nasional maupun internasional.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahan atas

jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.


Penjelasan tentang yang dimaksud dengan Deviasi Progress Pekerjaan pada Kurva S Schedule Proyek.


Deviasi adalah nilai statistik yang digunakan untuk menentukan bagaimana sebaran data dalam sampel, dan seberapa dekat titik data individu ke mean – atau rata-rata – nilai sampel. 

Kurva S dipakai untuk melihat progress pekerjaan harian, mingguan, dan bulan. Dengan melihat deviasinya, dapat diketahui suatu pekerjaan terlambat atau mendahului dari Rencana Prestasi Pekerjaan. Sehingga direksi pekerjaan, konsultan supervisi, dan kontraktor pelaksana dapat mengetahui sejak dini tentang prestasi pekerjaan agar dapat dikoordinasikan dengan tim proyek untuk mengambil langkah langkah kemajuan proyek dan kendala yang dihadapi.

Suatu pekerjaan mengalami keterlambatan, apabila garis kurva Realisasi Prestasi Pekerjaan berada di bawah garis rencana. Sebaliknya, suatu pekerjaan mendahului (lebih cepat), apabila garis realisasi berada di atas kurva S rencana.

Keterlambatan (deviasi) disebabkan diantaranya :

  •     Curah hujan yang tinggi
  •     Supply Material terutama material yang didatangkan dari luar daerah  
  •     Item pekerjaan dengan penangan khusus (pengerjaannya tidak bisa secara random)
  •     Tenaga kerja dengan keahlian khusus
  •     Pekerjaan mendekati rampung
  •     Stok Material yang belum terpasang (Besi, Semen, Pasir, Kerikil, Bata, dll)

 

Point lima dan enam bisa dimasukkan ke progres atau penambahan bobot pekerjaan dan mengurangi tingkat deviasi yang melebihi dari yang disetujui pemilik atau pengawas proyek. Namun dibeberapa proyek pengawas proyek enggan untuk menyetujui point lima dan enam dimasukkan pada progress. 

Agar tidak terjadi perbedaan pendapat, maka haruslah dilakukan kesepakatan di awal. Perlu diingat bahwa distribusi bobot item pekerjaan dan ketentuan memprogres pekerjaan adalah fokus pada biaya yang dikeluarkan berdasarkan kontrak yang telah disepakati baik ditinjau terhadap BQ maupun jenis kontrak.

 

Pada pekerjaan beton bertulang, dikenal istilah “Setting Beton” Jelaskan secara rinci hal tersebut, disertai gambar/ilustrasi

     Setting beton (pencetakan beton/pengerasan beton) adalah beton basah yang mulai mengeras seiring berjalannya waktu yang disebabkan oleh kelembaban dalam campuran diserap oleh agregat, sebagian campuran ini diuapkan karena iklim dan sebagian lagi digunakan dalam reaksi hidrasi antara semen dan air. Akhirnya, beton akan terbentuk atau sepenuhnya mengeras, inilah yang dimaksud dengan setting beton. Beton ini harus memiliki sifat berbagai bantalan beban dan daya tahan termasuk perubahan volume (penyusutan beton) dalam kriteria yang sesuai.

        Jika beton mulai mengeras atau mulai kadaluarsa, beton ini tidak dapat digunakan. Sehingga, beton harus dicor sebelum mulai mengeras, yang biasanya akan memakan waktu sekitar 1 jam setelah pencampuran beton selesai. Dalam industri beton siap pakai yang membutuhkan waktu untuk transportasi, biasanya ditambahkan campuran untuk menunda pengerasan beton. 

    Waktu setting penting untuk dipantau karena berkaitan dengan fase beton yang mempengaruhi kekuatan beton yang dihasilkan dari pelaksanaan pengecoran.

Secara umum waktu setting dibagi 2, yaitu :

  1. Initial setting atau waktu ikat awal, adalah proses di mana pengikatan atau proses hidrasi sudah terjadi dan panas hidrasi sudah muncul, serta workability beton sudah hilang
  2. Waktu total/final setting, adalah kondisi di mana beton sudah mengeras sempurna


Hubungan waktu setting dan fase beton :

  • fase plastis : kondisi beton sebelum initial setting terjadi
  • fase setting : kondisi beton di antara waktu initial setting dan total/final setting
  • fase hardening : kondisi beton di antara waktu final setting sampai dengan selesainya proses hidrasi seluruh komponen kimia pada semen


Pada beton tanpa bahan tambah/additive, secara umum disepakati atau dipakai acuan waktu sebagai berikut :

  • waktu initial setting yang dipahami sebagai awal proses hidrasi semen mulai terjadi pada 45 -120 menit dari dimulainya pencampuran/mixing beton
  • rentang waktu initial setting yang ditetapkan sebagai batas kondisi plastis telah hilang pada umumnya adalah 1,5-2,5 jam dari dimulainya pencampuran/mixing beton
  • waktu total/final setting dianggap adalah 3-4 jam dari dimulainya pencampuran/mixing beton


Fase beton yang merupakan kondisi di mana beton dinyatakan sebagai beton segar, belum terjadi proses hidrasi dan dapat dicor adalah fase plastis, dan pada umumnya diambil maksimal 2,5 jam dari waktu mixing beton sebagai waktu maksimal penyelesaian pengerjaan beton segar sampai dengan pemadatan/compacting.

Ciri fase plastis beton yang diamati di lapangan/proyek adalah secara visual dan perabaan :

  • beton masih dalam kondisi basah, jika dituang masih terlihat aliran beton segar dan tidak terputus-putus sebagai gumpalan-gumpalan adukan beton
  • jika seseorang berjalan di atas beton segar, maka kaki masih akan masuk/terbenam di dalam beton dengan mudah
  • jika beton dengan mudah dapat ditusuk dengan besi diameter 12 mm sampai kedalaman 10 cm, maka workability beton tersebut masih baik
  • beton masih belum mengeluarkan panas hidrasi (jika dalam kondisi lingkungan dingin kadang dapat diamati asap dari proses pelepasan panas hidrasi)
  • dalam cetakan/acuan, beton masih dapat mengalir secara konstan dan baik, dengan sendirinya atau dengan bantuan concrete vibrator


Beberapa praktisi beton menyepakati initial setting sebagai kondisi di mana adukan beton jika dilakukan pengujian slump kembali, akan diperoleh nilai slump = 0 cm, dan pada saat itulah dinyatakan adukan beton segar tidak layak lagi dipakai (dituang/dicor dan dipadatkan)

Waktu initial setting dianggap sebagai waktu berakhirnya tahap compacting dan dimulainya finishing permukaan beton yang sedang dikerjakandan kesempatan pelaksanaan pekerjaan finishing ini akan berakhir pada waktu tercapainya final setting, yang merupakan waktu dimulainya pelaksanaan curing/pemeliharaan beton

Bagan berikut menggambarkan waktu dan fase beton tanpa bahan tambah/additive secara umum :



 


Komentar